Translate

Jumat, 20 Februari 2015

Curug Sidoharjo Samigaluh KP Jogja

Wisata Air Terjun - Curug Sidoharjo Samigaluh KP Jogja


air terjun curug sidoharjo samigaluh kulonprogo Yogyakarta


Lokasi Air terjun tidak dekat dengan jalan aspal, sehingga kendaraan harus dititipkan ditempat parkir swadaya masyarakat sekitar.

Selanjutnya harus melawati jalan setapak di pinggir sawah dan hutan. Sambil berjalan anda bisa menikmati pemandangan yang indah disepanjang jalan diiringi oleh kicauan burung.

indahnya air terjun sidoharjo kulonprogo yogyakarta

Wisata alam: Air Terjun Sidoharjo Kulonprogo

Curug ini merupakan obyek wisata berupa air terjun dengan ketinggian lebih kurang 75 meter. Disini jika kita beruntung disamping melihat air terjun anda juga akan menemui kera ekor panjang yang bergelantungan di tebing-tebing.

Air terjun ini belum mempunyai nama, Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai curug saja. Menariknya, curug ini seakan belum terjamah manusia sehingga masih cukup alami keadaannya. Tambah elok dengan hamparan bunga di sekitarnya, Obyek wisata ini Terletak di Pedukuhan Gonolangu. (Kini sudah cukup banyak orang datang sih kalau hari libur).
Rute ke air terjun (curug) Sidoharjo Kulon Progo dari Jogja:
Jogja- Jalan Godean - Jembatan Progo - 4an Nanggulan - Belok kanan (utara) - 4an lampu merah dekso - belok kiri (barat) - Plang MTS 4 Samigaluh - masuk jalan kecil kiri jalan (naik ikuti jalan naik turun berkelok-kelok sekitar 5 km) - MTS 4 - Belok Kiri naik - Pertigaan ada Gardu Ronda - Titip Kendaraan.

Rute dari wisata kalibiru:

Anda yang sedang berwisata di Kalibiru dapat menuju ke air terjun ini dengan waktu tempuh sekitar 30-40 menit dengan rute: Kalibiru - Clereng - Girimulyo - 4an (lampu merah) nanggulan - 4an Dekso - dst (mengikuti rute di atas).





jalur pendakian gunung merapi via selo



Desa Selo (1.560 mdpl)  termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Boyolali. Desa ini terdapat di kaki gunung Merapi (2.965 mdpl) yang merupakan salah satu gunung teraktif didunia. Untuk menuju basecamp, bila kita akan menuju Selo dari arah Solo/Boyolali, kita akan melalui perempatan "Surodanan" dekat RSUD "Pandan Arang" Boyolali.
Dari perempatan kita ke barat menuju arah Cepogo/Selo, setelah melalui jalan berkelok dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam (transportasi umum) maka kita sampai di Cepogo. Dari Cepogo kita menuju ke Selo, kita akan melewati Polsek Selo di kanan jalan, terus lurus ke barat ke arah Magelang, lalu ada pertigaan yang ada pohon beringin di kiri jalan, kita ambil kiri, karena kalau lurus adalah jalan menuju Magelang.
Jika kita berjalan kaki, untuk menuju basecamppendaki di dusun Plalangan kurang lebih waktu tempuh adalah sekitar 15 menit, jalan yang kita lalui berupa jalan aspal yang cukup menanjak. Jika masih bingung, dari polsek nampak di kejauhan ada tulisan gede ala HOLLYWOOD menandakan suatu tempat, yaitu NEWSELO, tinggal berjalan saja ke "hollywood"nya Boyolali itu, pasti anda melewati desa Selo. Ditengah perjalanan menuju basecamp kita akan melewati sebuah pos kecil di kiri jalan, dimana anda bisa melaporkan pendakian anda dan membayar biaya retribusi pendakian, (2012; 4 ribu rupiah per orang ).

Setelah mendaftar, lanjut lagi naik keatas, melewati rumah warga, sampailah kita di basecamp Pendakian Gunung Merapi via Selo. Sebenarnya basecamp ini adalah rumah warga, Tempat ini dapat menampung sekitar 30 Orang pendaki dan bisa dikenali dengan sebuah spanduk bertuliskan BASECAMP PENDAKIAN GUNUNG MERAPI serta sebuah toko souvenir yang berdiri didepannya. Ini adalah basecamp baru, pindahan daribasecamp lama yang berada dibawahnya. Dari basecamp kita naik melalui jalanan aspal hingga New Selo, sebuah tempat dimana kita dapat memandang panorama sekitar kawasan "Taman nasional Merapi-Merbabu". Dirute yang terpapar mungkin tidak tercantum kata new-selo, sebab dahulu para pendaki dan warga sering menyebutnya "joglo ". karena di New Selo ini terdapat sebuah bangunan berupa joglo (rumah adat jawa).

Elang Hitam
Setelah melewati joglo, perjalanan masih berlanjut dengan melewati ladang penduduk hingga kurang lebih selama 30 menit. Di awal perjalanan ini jalur yang kita lewati berupa tanah berdebu yang jika hujan berlumpur dan sebagian licin karena  menjadi parit, sepanjang perjalanan kita dapat melihat ladang penduduk di kanan-kiri. Kalau beruntung, kita bisa melihat Burung Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), atau Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), satwa langka yang mulai punah.

Setelah hampir 1 jam perjalanan sampailah kita di gapura "Taman Nasional Merapi-Merbabu ", lalu terus naik melewati jalan setapak di tengah rimbunya hutan bawah merapi  hingga tiba di POS I (satu). Di pos ini terdapat sebuah tugu yang letaknya berada di sebuah punggungan, tingginya sekitar 1,5 meter. Dari Pos I Perjalanan dilanjutkan menuju POS Tugu II, dengan jalur yang curam dan penuh bebatuan besar. perjalanan menuju pos ini memerlukan waktu sekitar 1,5 - 2 jam. Di pos ini juga terdapat sebuah tugu, sama seperti di pos sebelumnya. dari sini kita tinggal memerlukan waktu sekitar 1 jam untuk menuju PASAR BUBRAH. Medan pendakian masih serupa dengan sebelumnya. menjelang pasar bubrah kita akan melewati beberapa memoriam yang berada pada sebuah dataran yang menjadi puncak sebuah punggungan. dari sini anda tinggal turun menuju Pasar Bubrah (bubar).

Pasar Bubrah merupakan hamparan bebatuan yang berada pada sebuah lembah. dari sini terlihat 2 buah puncak. disebelah kiri adalah jalur menuju kawah woro. Dan bila lurus kedepan merupakan jalur menuju ke puncak. Dari pasar bubrah menuju puncak memerlukan waktu sekitar 1 jam dengan melalui medan yang sangat curam dan berpasir. Biasanya para pendaki  mempraktekan teknik scrambling untuk menuju puncak, karena medan yang dihadapi memang pasir berbatu yang mudah longsor. Sebaiknya kita berhati-hati karena angin kencang bisa datang setiap waktu, begitu juga dengan bahaya longsoran batu yang mungkin terinjak oleh pendaki diatas kita. Pendakian dari Basecamp Selo (plalangan) menuju ke puncak Gunung Merapi memakan waktu sekitar 4-6 jam dan turunnya membutuhkan waktu sekitar 3 - 4 jam per jalanan.
Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato (lihat Gunung Berapi) yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan,Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang di lereng sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah.
Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, "merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda.
Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.

Jalur Pendakian

Gunung Merbabu cukup populer sebagai ajang kegiatan pendakian. Medannya tidak terlalu berat namun potensi bahaya yang harus diperhatikan pendaki adalah udara dingin, kabut tebal, hutan yang lebat namun homogen (hutan tumbuhan runjung, yang tidak cukup mendukung sarana bertahan hidup atau survival), serta ketiadaan sumber air. Penghormatan terhadap tradisi warga setempat juga perlu menjadi pertimbangan.

Kopeng Thekelan

Dari Jakarta bisa naik kereta api atau bus ke Semarang, Yogya, atau Solo. Dilanjutkan dengan bus jurusan Solo-Semarang turun di kota Salatiga, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari Yogya naik bus ke Magelang, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari kopeng terdapat banyak jalur menuju ke Puncak, namun lebih baik melewati desa tekelan karena terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui bumi perkemahan Umbul Songo.
Di bumi perkemahan Umbul Songo Anda dapat beristirahat menunggu malam tiba, karena pendakian akan lebih baik dilakukan malam hari tiba dipuncak menjelang matahari terbit. Andapun dapat beristirahat di Pos Thekelan yang menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat ini kita bisa memperoleh air bersih.
Masyarakat di sekitar Merbabu mayoritas beragama Budha[butuh rujukan] sehingga akan kita temui beberapa Vihara di sekitar Kopeng. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan. Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan sekitar Kawah. Juga pendaki tidak diperkenankan mengenakan pakaian warna merah dan hijau.
Pada tahun baru jawa 1 suro penduduk melakukan upacara tradisional di kawah Gn. Merbabu. Pada bulan Sapar penduduk Selo (lereng Selatan Merbabu) mengadakan upacara tradisional. Anak-anak wanita di desa tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk melindungi diri dan agar memperoleh keselamatan. Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada di tengah perkampungan penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Dari sini kita dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.
Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga terutama di malam hari.
Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II, menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib.
Bila ada badai sebaiknya tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati pos empat kita mendaki Gn. Watu tulis jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang. Pos IV yang berada di puncak Gn. Watu Tulis dengan ketinggian mencapai 2.896 mdpl ini, disebut juga Pos Pemancar karena di puncaknya terdapat sebuah Pemancar Radio.
Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan di sini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sindoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.
Menuju Puncak Kenteng Songo ini jalurnya sangat berbahaya, selain sempit hanya berkisar 1 meter lebarnya dengan sisi kiri kanan jurang bebatuan tanpa pohon, juga angin sangat kencang siap mendorong kita setiap saat. Di puncak ini terdapat batu kenteng / lumpang / berlubang dengan jumlah 9 menurut penglihatan paranormal.
Menuruni gunung Merbabu lewat jalur menuju Selo menjadi pilihan yang menarik. Kita akan melewati padang rumput dan hutan edelweis, juga bukit-bukit berbunga yang sangat indah dan menyenangkan seperti di film India yang sangat menghibur kita sehingga lupa akan segala kelelahan, kedinginan dan rasa lapar. Disepanjang jalan kita dapat menyaksikan Gn.Merapi yang kelihatan sangat dekat dengan puncak yang selalu mengeluarkan Asap.
Kita akan menuruni dan mendaki beberapa gunung kecil yang dilapisi rumput hijau tanpa pepohonan untuk berlindung dari hempasan angin. Disepanjang jalur tidak terdapat mata air dan pos peristirahatan. Kabut dan badai sering muncul dengan tiba-tiba, sehingga sangat berbahaya untuk mendirikan tenda.
Jalur menuju Selo ini sangat banyak dan tidak ada rambu penunjuk jalan, sehingga sangat membingungkan pendaki. Banyak jalur yang sering dilalui penduduk untuk mencari rumput dipuncak gunung, sehingga pendaki akan sampai diperkampungan penduduk. Sambutan yang sangat ramah dan meriah diberikan oleh penduduk Selo bagi setiap pendaki yang baru saja turun Gn.Merbabu. Apabila Anda tidak bisa berbahasa jawa ucapkan saja terima kasih.
Dari Selo dapat dilanjutkan dengan bus kecil jurusan Boyolali-Magelang, bila ingin ke yogya ambil jurusan Magelang, dan bila hendak ke Semarang atau Solo ambil jurusan Boyolali.

Jalur Wekas

Tim Skrekanek yang berjumlah lima orang ( Steve, Sigit, Bowo, Hari, Bayu) pertengahan Maret 2005 melakukan pendakian Gunung Merbabu melalui Jalur Wekas. Untuk menuju ke Desa Wekas kita harus naik mobil Jurusan Kopeng - Magelang turun di Kaponan, yakni sekitar 9 Km dari Kopeng, tepatnya di depan gapura Desa Wekas. Dari Kaponan pendaki berjalan kaki melewati jalanan berbatu sejauh sekitar 3 Km menuju pos Pendakian.
Jalur ini sangat populer dikalangan para Remaja dan Pecinta Alam kota Magelang, karena lebih dekat dan banyak terdapat sumber air, sehingga banyak remaja yang suka berkemah di Pos II terutama di hari libur. Wekas merupakan desa terakhir menuju puncak yang memakan waktu kira-kira 6-7 jam. Jalur wekas merupakan jalur pendek sehingga jarang terdapat lintasan yang datar membentang. Lintasan pos I cukup lebar dengan bebatuan yang mendasarinya. Sepanjang perjalanan akan menemui ladang penduduk khas dataran tinggi yang ditanami Bawang, Kubis, Wortel, dan Tembakau, juga dapat ditemui ternak kelinci yang kotorannya digunakan sebagai pupuk. Rute menuju pos I cukup menanjak dengan waktu tempuh 2 jam.
Pos I merupakan sebuah dataran dengan sebuah balai sebagai tempat peristirahatan. Di sekitar area ini masih banyak terdapat warung dan rumah penduduk. Selepas pos I, perjalanan masih melewati ladang penduduk, kemudian masuk hutan pinus. Waktu tempuh menuju pos II adalah 2 jam, dengan jalur yang terus menanjak curam.
Pos II merupakan sebuah tempat yang terbuka dan datar, yang biasa didirikan hingga beberapa puluhan tenda. Pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur Pos II ini banyak digunakan oleh para remaja untuk berkemah. Sehingga pada hari-hari tersebut banyak penduduk yang berdagang makanan. Pada area ini terdapat sumber air yang di salurkan melalui pipa-pipa besar yang ditampung pada sebuah bak.
Dari Pos II terdapat jalur buntu yang menuju ke sebuah sungai yang dijadikan sumber air bagi masyarakat sekitar Wekas hingga desa-desa di sekitarnya. Jalur ini mengikuti aliran pipa air menyusuri tepian jurang yang mengarah ke aliran sungai di bawah kawah. Terdapat dua buah aliran sungai yang sangat curam yang membentuk air terjun yang bertingkat-tingkat, sehingga menjadi suatu pemandangan yang sangat luar biasa dengan latar belakang kumpulan puncak - puncak Gn. Merbabu.
Selepas pos II jalur mulai terbuka hingga bertemu dengan persimpangan jalur Kopeng yang berada di atas pos V (Watu Tulis), jalur Kopeng. Dari persimpangan ini menuju pos Helipad hanya memerlukan waktu tempuh 15 menit. Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.

Jalur Kopeng Cunthel[sunting | sunting sumber]

Tim Skrekanek yang berjumlah lima orang (Maulana, Steve, Iwi, Ardy, Sigit) pertengahan September 2004 melakukan pendakian Gunung Merbabu berangkat melalui jalur Kopeng - Cunthel, dan turun mengambil jalur Kopeng Thekelan.
Untuk menuju ke desa Cuntel dapat ditempuh dari kota Salatiga menggunakan mini bus jurusan Salatiga Magelang turun di areal wisata Kopeng, tepatnya di Bumi perkemahan Umbul Songo. Perjalanan dimulai dengan berjalan kaki menyusuri Jalan setapak berbatu yang agak lebar sejauh 2,5 km, di sebelah kiri adalah Bumi Perkemahan Umbul Songo. Setelah melewati Umbul Songo berbelok ke arah kiri, di sebelah kiri adalah hutan pinus setelah berjalan kira-kira 500 meter di sebelah kiri ada jalan setapak ke arah hutan pinus, jalur ini menuju ke desa Thekelan.
Untuk menuju ke Desa Cuntel berjalan terus mengikuti jalan berbatu hingga ujung. Banyak tanda penunjuk arah baik di sekitar desa maupun di jalur pendakian. Di Basecamp Desa Cuntel yang berada di tengah perkampungan ini, pendaki dapat beristirahat dan mengisi persediaan air. Pendaki juga dapat membeli berbagai barang-barang kenangan berupa stiker maupun kaos.
Setelah meninggalkan perkampungan, perjalanan dilanjutkan dengan melintasi perkebunan penduduk. Jalur sudah mulai menanjak mendaki perbukitan yang banyak ditumbuhi pohon pinus. Jalan setapak berupa tanah kering yang berdebu terutama di musim kemarau, sehingga mengganggu mata dan pernapasan. Untuk itu sebaiknya pendaki menggunakan masker pelindung dan kacamata.
Setelah berjalan sekitar 30 menit dengan menyusuri bukit yang berliku-liku pendaki akan sampai di pos Bayangan I. Di tempat ini pendaki dapat berteduh dari sengatan matahari maupun air hujan. Dengan melintasi jalur yang masih serupa yakni menyusuri jalan berdebu yang diselingi dengan pohon-pohon pinus, sekitar 30 menit akan sampai di Pos Bayangan II. Di pos ini juga terdapat banguanan beratap untuk beristirahat.
Dari Pos I hingga pos Pemancar jalur mulai terbuka, di kiri kanan jalur banyak ditumbuhi alang-alang. Sementara itu beberapa pohon pinus masih tumbuh dalam jarak yang berjauhan.
Pos Pemancar atau sering juga di sebut gunung Watu Tulis berada di ketinggian 2.896 mdpl. Di puncaknya terdapat stasiun pemancar relay. Di Pos ini banyak terdapat batu-batu besar sehingga dapat digunakan untuk berlindung dari angin kencang. Namun angin kencang kadang datang dari bawah membawa debu-debu yang beterbangan. Pendakian di siang hari akan terasa sangat panas. Dari lokasi ini pemandangan ke arah bawah sangat indah, tampak di kejauhan Gn.Sumbing dan Gn.Sundoro, tampak Gn.Ungaran di belakang Gn. Telomoyo.
Jalur selanjutnya berupa turunan menuju Pos Helipad, suasana dan pemandangan di sekitar Pos Helipad ini sungguh sangat luar biasa. Di sebelah kanan terbentang Gn. Kukusan yang di puncaknya berwarna putih seperti muntahan belerang yang telah mengering. Di depan mata terbentang kawah yang berwarna keputihan. Di sebelah kanan di dekat kawah terdapat sebuah mata air, pendaki harus dapat membedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.